HMI ‘Serbu’ Mapolres
LUBUKLINGGAU–Aksi unjuk rasa menolak kebijakan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Lubuklinggau, Hj Septiana Zuraidah melakukan rolling guru sebelum pelaksanaan Ujian Nasional (UN) kembali terjadi, Selasa (25/1). Aksi kali ini dilakukan siswa SMA Negeri se-Kota Lubuklinggau dan para guru di depan gedung DPRD Kota Lubuklinggau dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Mereka menilai Disdik telah melanggar beberapa poin janji, salah satunya beberapa guru yang dimutasi ditempatkan tidak sesuai dengan domisili. Pada hari yang sama waktu dan tempat berbeda, puluhan mahasiswa tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Lubuklinggau dan Musi Rawas menggelar aksi damai ke Mapolres Lubuklinggau. Mereka mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap mahasiswa di Jakarta. Aksi dimulai pukul 10.30 WIB berlangsung tertib dan damai.
Kembali ke demo siswa, sebelum diadakan pertemuan ratusan siswa dan guru tergabung dalam
'Gerakan Anti Mutasi Guru’ menggelar orasi didepan gedung DPRD Lubuklinggau. Menurut mereka kebijakan Disdik melakukan roling guru sebelum UN dapat menggangu efektivitas belajar mengajar di sekolah.
“Sebentar lagi kami siswa-siswi kelas tiga akan mengikuti UN. Kalau sekarang dilaksanakan rolling guru ditakutkan akan menganggu pola belajar dan mengajar selama ini. Belajar tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tapi mengenali karakter serta kepribadian para siswa oleh guru yang bersangkutan menjadi salah satu faktor pendorong kesuksesan dalam belajar,” papar Herlia Wulandari, perwakilan siswa.
Sementara Ketua Persatuan Guru Intelektual Indonesia (PGII ) cabang Lubuklinggau Jamaluddin mengatakan, mutasi dilaksanakan Disdik saat ini terlihat jelas dipaksakan. Ia khawatir kebijakan Kadisdik kedepan akan timbul dampak negatif terhadap proses belajar mengajar.
“Misalnya kinerja guru akan menurun disebabkan karena jauhnya domisili dari sekolah atau guru menjadi malas. Hal ini sebagai bentuk ketidak nyamanan mereka akibat dari keterpaksaan. Yang lebih parah lagi akibat dari mutasi dipaksakan, hak guru memperoleh sertifikasi menjadi terhambat,” ucapnya.
Alasannya lanjut Jamaluddin setelah rolling guru, jam wajib mengajar dikhawatirkan berkurang, karena jumlah kelas dan jam mengajar di tempat yang baru tidak mencukupi. Ia menyarankan sebaiknya mutasi dapat ditunda dengan memperhatikan dan mempertimbangkan semua dampak negatif dan positif yang akan timbul. “Jangan terlalu memaksakan kehendak sehingga yang muncul kepermukaan hanya arogansi semata,” tegasnya.
Pantauan di lapangan, ratusan siswa dan guru datang menggunakan motor, mobil dan angkutan pribadi dari sekolahnya masing-masing. Dibawah pengawalan ketat puluhan anggota Polres Kota Lubuklinggau dan Sat Pol PP, para demosntran menyampaikan tuntutan mereka menggunakan spanduk dan pengeras suara.
Setelah berorasi perwakilan siswa dan guru diterima anggota DPRD Kota Lubuklinggau dan langsung melakukan pertemuan. Beberapa siswa dan guru diminta masuk ke dalam ruang rapat bersama perwakilan Dinas Pendidikan dan Sekda Kota Lubuklinggau, H Akisropi Ayub.
Dalam pertemuan ini Pemkot Lubuklinggau mengambil sikap tegas menunda pelaksanaan rolling guru SD, SMP,SMA/SMK hingga usai pelaksanaan UN.
“Kami tegaskan bahwa tidak ada rolling guru sampai UN selesai. Sekitar 106 Surat Keputusan (SK) pemindahan guru yang masuk ke meja saya belum ditandatangani,” tegas Akisropi Ayub dihadapan anggota DPRD dan siswa serta guru.
Senada dikatakan Ketua DPRD Kota Lubuklinggau, Hasby Asadiki menyatakan, sekitar tanggal 13 Januari lalu, pihaknya sudah melakukan rapat dengan Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau. Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa poin kesepakatan untuk menghentikan terlebih dahulu roling guru.
“Seluruh aspirasi yang disampaikan adik-adik siswa siswi dan para guru sudah kami bicarakan dengan Disdik, lalu menghasilkan sejumlah poin, salah satunya menunda roling guru sampai UN selesai dilaksanakan,” pungkasnya.
Sementara Sekretaris Diknas Kota Lubuklinggau, Agus menyatakan, ajuan roling guru sudah melalui tahap analisa dan pemeriksaan di lapangan. “Perlu dipahami bahwa rolling dilakukan untuk mengisi kekurangan guru disatu sekolah yang diambil dari sekolah kelebihan guru,” terangnya.
Terpisah salah seorang wali murid Hartoni mengatakan, melihat dua kali aksi unjuk rasa yang dilakukan siswa SMA mengaku sangat prihatin. Sebagai orang tua murid ia merasa keberatan karena tugas siswa adalah belajar bukan untuk melakukan aksi unjuk rasa. “Mereka masih di bawah umur dan janganlah dijadikan alat untuk memperjuangkan kepentingan pribadi,” tudingnya.
Bila memang ada sesuatu yang salah pada kebijakan Kadisdik Lubuklinggau, menurutnya bisa disampaikan pada pihak-pihak yang terkait seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Dewan Pendidikan.
Masalah rolling guru-guru kata dia hal yang biasa terjadi dalam rangka penyegaran. Apalagi pemindahan dilakukan untuk mendekatkan kediaman guru dengan sekolah tempat mereka bekerja.
“Bila melihat kondisi sekolah yang ada sekarang sebagai orang tua murid kami melihat sudah ada peningkatan, baik guru yang mengajar maupun murid sebagai anak didik. Belajar mengajar sudah lumayan tertib dan kondisi sekolah sudah rapi dan enak untuk dilihat,” paparnya saat mendatangi gedung Graha Pena Linggau, Selasa (25/1).
Selanjutnya ia mohon kepada oknum yang menggerakkan aksi siswa dapat memecahkan persoalan pendidikan di Kota Lubuklinggau dengan berdiskusi bersama. “Kami menghimbau kepada guru yang dimutasi jauh dari tempat kediamannya untuk dapat melaporkan pada kami untuk dapat kita perjuangkan sesuai dengan program Disdik, kami membuka posko pengaduan di Jalan Kaswari Bandung Kanan No 106 Lubuklinggau Barat I,” imbuhnya.
Sementara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Lubuklinggau- Musi Rawas mengecam keras tindakan Kadisdik Lubuklinggau yang telah melakukan rolling guru. Mereka menyesalkan rolling guru masih saja terjadi, padahal sudah jelas rekomendasi DPRD Kota Lubuklinggau meminta kepada pihak eksekutif untuk menunda rolling hingga pelaksanaan UN dilakukan.
“Artinya Kadisdik sudah jelas-jelas bertindak seenaknya dan telah mengangkangi rekomendasi DPRD selaku lembaga terhormat. Ini adalah tindakan arogansi, tindakan yang tidak mencerminkan sikap seorang pimpinan yang patut dicontoh. Kita mempertanyakan bagaimana bisa pemerintah Kota Lubuklinggau memberikan jabatan kepada orang seperti itu,” jelasnya Sekertaris GMNI Cabang Lubuklinggau-Mura Aren Frima.
Selain itu GMNI juga mendesak kepada DPRD Kota Lubuklinggau melalui komisi I untuk memanggil Kadisdik guna meminta klarifikasi atas kebijakan yang telah diambil. Mereka juga meminta agar jabatan Kadisdik ditinjau ulang demi kemajuan pendidikan.
“Ini memang bukan domainnya pihak legislatif, tapi setidaknya ada upaya preser kepada pihak eksekutif untuk mempertimbangkan jabatan tersebut.
Terus terang saja, akibat tindakan Kadisdik, lembaga DPRD sudah dipermalukan. Jadi ada baiknya jika persoalan ini diselesaikan secara kelembagaan,” sarannya.
Ditambahkan Aren, GMNI minta DPRD untuk tegas dan berani dalam bersikap agar tidak dipermainkan seenaknya. Ia menduga, tindakan Kadisdik melakukan rolling tersebut akibat dari ketidaktegasan DPRD dalam bersikap. Sehingga Kadisdik berani melakukan rolling yang jelas-jelas sudah keluar dari rekomendasi DPRD.
*HMI Kecam Tindakan Kekerasan Polisi
Sementara di tempat terpisah, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Lubuklinggau menggelar aksi damai ke Mapolres Lubuklinggau. Mereka mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap mahasiswa di Jakarta.
Pantauan koran ini, unjuk rasa dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dengan dikoordinatori Iyan Prayoga. Pendemo berangkat dari Sekretariat HMI dengan mengendarai sepeda motor seraya membawa bendara kebesaran HMI. Setiba di Mapolres langsung disambut Kasat Intel, AKP Bambang S. Selanjutnya tim HMI disarankan memarkirkan sepeda motor di bagian kanan Mapolres Lubuklinggau.
Selanjutnya mereka berjalan menuju ke depan halaman sambil membentangkan kertas karton yang bertuliskan, jangan aniaya mahasiswa, hapuskan premanisme, hentikan kekerasan terhadap mahasiswa, SBY-suka bohong.
Tidak lama menggelar orasi, Kapolres Lubuklinggau, AKBP Takwil Ichsan mengenakan seragam safari menemui para pengunjuk rasa.
Dalam orasinya, anggota HMI mengecam tindakan kekerasan oknum Polri dan menuntut Polres Lubuklinggau agar berjanji tidak akan melakukan pengawalan terhadap warga yang menyampaikan pendapat di muka umum.
“Kami dari HMI cabang Lubuklinggau mendesak Kapolres Lubuklinggau untuk menyampaikan aspirasi kami kepada Mabes Polri dengan melayangkan surat bahwa menutut pengusutan kasus kekerasan terhadap Ketua Umum PB HMI dan aktivis mahasiswa lainnya di Jakarta. Kami menuntut tindakan tegas aparat kepolisian yang terlibat dan sangat jelas di media elektronik bahkan bila perlu dipecat dari kesatuan karena telah menodai semangat demokrasi,” kata pendemo seraya berharap Polres Lubuklinggau.
Disela-sela unjuk rasa, Ketua Umum HMI cabang Lubuklinggau, Iyan Prayoga mengungkapkan aksi tersebut merupakan responstatif terhadap oknum Polri melakukan tindak kekerasan di Cipayung, Jakarta. “Saya tidak tahu kronologisnya. Tapi aksi ini adalah bentuk respon kami terhadap mahasiswa dianiaya saat berunjuk rasa,” kata Iyan.
Ditambahkan Iyan, di Lubuklinggau juga pernah terjadi oknum Polri melakukan penganiayaan. “Ada dua kasus pemukulan mahasiswa. Pertama anggota HMI dan mahasiswa Stiper,” akunya.
Menanggapi desakan supaya Polres Lubuklinggau melayangkan surat ke Mabes Polri, Takwil Ichsan menyatakan akan memenuhinya. Aspirasi mahasiswa tersebut akan disampaikan sesuai dengan perosedur institusi di kepolisian. “Saya akan kirimkan surat sesuai jenjang organisasi Polri. Untuk surat HMI, saya kirimkan ke Polda nantinya baru dikirimkan ke Mabes Polri,” kata Takwil dihadapan puluhan massa itu.
Lanjut dia, pihaknya berjanji tidak akan melakukan kekerasan terhadap mahasiswa yang berunjuk rasa dengan catatan mengikuti prosedurnya. Jika memang menyimpang undang undang makan polisi akan menerapkannya. “Untuk itu jangan berbuat anarkis saat demo,” tegas Takwil. (Tim)
LUBUKLINGGAU–Aksi unjuk rasa menolak kebijakan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Lubuklinggau, Hj Septiana Zuraidah melakukan rolling guru sebelum pelaksanaan Ujian Nasional (UN) kembali terjadi, Selasa (25/1). Aksi kali ini dilakukan siswa SMA Negeri se-Kota Lubuklinggau dan para guru di depan gedung DPRD Kota Lubuklinggau dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Mereka menilai Disdik telah melanggar beberapa poin janji, salah satunya beberapa guru yang dimutasi ditempatkan tidak sesuai dengan domisili. Pada hari yang sama waktu dan tempat berbeda, puluhan mahasiswa tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Lubuklinggau dan Musi Rawas menggelar aksi damai ke Mapolres Lubuklinggau. Mereka mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap mahasiswa di Jakarta. Aksi dimulai pukul 10.30 WIB berlangsung tertib dan damai.
Kembali ke demo siswa, sebelum diadakan pertemuan ratusan siswa dan guru tergabung dalam
'Gerakan Anti Mutasi Guru’ menggelar orasi didepan gedung DPRD Lubuklinggau. Menurut mereka kebijakan Disdik melakukan roling guru sebelum UN dapat menggangu efektivitas belajar mengajar di sekolah.
“Sebentar lagi kami siswa-siswi kelas tiga akan mengikuti UN. Kalau sekarang dilaksanakan rolling guru ditakutkan akan menganggu pola belajar dan mengajar selama ini. Belajar tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tapi mengenali karakter serta kepribadian para siswa oleh guru yang bersangkutan menjadi salah satu faktor pendorong kesuksesan dalam belajar,” papar Herlia Wulandari, perwakilan siswa.
Sementara Ketua Persatuan Guru Intelektual Indonesia (PGII ) cabang Lubuklinggau Jamaluddin mengatakan, mutasi dilaksanakan Disdik saat ini terlihat jelas dipaksakan. Ia khawatir kebijakan Kadisdik kedepan akan timbul dampak negatif terhadap proses belajar mengajar.
“Misalnya kinerja guru akan menurun disebabkan karena jauhnya domisili dari sekolah atau guru menjadi malas. Hal ini sebagai bentuk ketidak nyamanan mereka akibat dari keterpaksaan. Yang lebih parah lagi akibat dari mutasi dipaksakan, hak guru memperoleh sertifikasi menjadi terhambat,” ucapnya.
Alasannya lanjut Jamaluddin setelah rolling guru, jam wajib mengajar dikhawatirkan berkurang, karena jumlah kelas dan jam mengajar di tempat yang baru tidak mencukupi. Ia menyarankan sebaiknya mutasi dapat ditunda dengan memperhatikan dan mempertimbangkan semua dampak negatif dan positif yang akan timbul. “Jangan terlalu memaksakan kehendak sehingga yang muncul kepermukaan hanya arogansi semata,” tegasnya.
Pantauan di lapangan, ratusan siswa dan guru datang menggunakan motor, mobil dan angkutan pribadi dari sekolahnya masing-masing. Dibawah pengawalan ketat puluhan anggota Polres Kota Lubuklinggau dan Sat Pol PP, para demosntran menyampaikan tuntutan mereka menggunakan spanduk dan pengeras suara.
Setelah berorasi perwakilan siswa dan guru diterima anggota DPRD Kota Lubuklinggau dan langsung melakukan pertemuan. Beberapa siswa dan guru diminta masuk ke dalam ruang rapat bersama perwakilan Dinas Pendidikan dan Sekda Kota Lubuklinggau, H Akisropi Ayub.
Dalam pertemuan ini Pemkot Lubuklinggau mengambil sikap tegas menunda pelaksanaan rolling guru SD, SMP,SMA/SMK hingga usai pelaksanaan UN.
“Kami tegaskan bahwa tidak ada rolling guru sampai UN selesai. Sekitar 106 Surat Keputusan (SK) pemindahan guru yang masuk ke meja saya belum ditandatangani,” tegas Akisropi Ayub dihadapan anggota DPRD dan siswa serta guru.
Senada dikatakan Ketua DPRD Kota Lubuklinggau, Hasby Asadiki menyatakan, sekitar tanggal 13 Januari lalu, pihaknya sudah melakukan rapat dengan Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau. Dalam pertemuan tersebut menghasilkan beberapa poin kesepakatan untuk menghentikan terlebih dahulu roling guru.
“Seluruh aspirasi yang disampaikan adik-adik siswa siswi dan para guru sudah kami bicarakan dengan Disdik, lalu menghasilkan sejumlah poin, salah satunya menunda roling guru sampai UN selesai dilaksanakan,” pungkasnya.
Sementara Sekretaris Diknas Kota Lubuklinggau, Agus menyatakan, ajuan roling guru sudah melalui tahap analisa dan pemeriksaan di lapangan. “Perlu dipahami bahwa rolling dilakukan untuk mengisi kekurangan guru disatu sekolah yang diambil dari sekolah kelebihan guru,” terangnya.
Terpisah salah seorang wali murid Hartoni mengatakan, melihat dua kali aksi unjuk rasa yang dilakukan siswa SMA mengaku sangat prihatin. Sebagai orang tua murid ia merasa keberatan karena tugas siswa adalah belajar bukan untuk melakukan aksi unjuk rasa. “Mereka masih di bawah umur dan janganlah dijadikan alat untuk memperjuangkan kepentingan pribadi,” tudingnya.
Bila memang ada sesuatu yang salah pada kebijakan Kadisdik Lubuklinggau, menurutnya bisa disampaikan pada pihak-pihak yang terkait seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Dewan Pendidikan.
Masalah rolling guru-guru kata dia hal yang biasa terjadi dalam rangka penyegaran. Apalagi pemindahan dilakukan untuk mendekatkan kediaman guru dengan sekolah tempat mereka bekerja.
“Bila melihat kondisi sekolah yang ada sekarang sebagai orang tua murid kami melihat sudah ada peningkatan, baik guru yang mengajar maupun murid sebagai anak didik. Belajar mengajar sudah lumayan tertib dan kondisi sekolah sudah rapi dan enak untuk dilihat,” paparnya saat mendatangi gedung Graha Pena Linggau, Selasa (25/1).
Selanjutnya ia mohon kepada oknum yang menggerakkan aksi siswa dapat memecahkan persoalan pendidikan di Kota Lubuklinggau dengan berdiskusi bersama. “Kami menghimbau kepada guru yang dimutasi jauh dari tempat kediamannya untuk dapat melaporkan pada kami untuk dapat kita perjuangkan sesuai dengan program Disdik, kami membuka posko pengaduan di Jalan Kaswari Bandung Kanan No 106 Lubuklinggau Barat I,” imbuhnya.
Sementara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Lubuklinggau- Musi Rawas mengecam keras tindakan Kadisdik Lubuklinggau yang telah melakukan rolling guru. Mereka menyesalkan rolling guru masih saja terjadi, padahal sudah jelas rekomendasi DPRD Kota Lubuklinggau meminta kepada pihak eksekutif untuk menunda rolling hingga pelaksanaan UN dilakukan.
“Artinya Kadisdik sudah jelas-jelas bertindak seenaknya dan telah mengangkangi rekomendasi DPRD selaku lembaga terhormat. Ini adalah tindakan arogansi, tindakan yang tidak mencerminkan sikap seorang pimpinan yang patut dicontoh. Kita mempertanyakan bagaimana bisa pemerintah Kota Lubuklinggau memberikan jabatan kepada orang seperti itu,” jelasnya Sekertaris GMNI Cabang Lubuklinggau-Mura Aren Frima.
Selain itu GMNI juga mendesak kepada DPRD Kota Lubuklinggau melalui komisi I untuk memanggil Kadisdik guna meminta klarifikasi atas kebijakan yang telah diambil. Mereka juga meminta agar jabatan Kadisdik ditinjau ulang demi kemajuan pendidikan.
“Ini memang bukan domainnya pihak legislatif, tapi setidaknya ada upaya preser kepada pihak eksekutif untuk mempertimbangkan jabatan tersebut.
Terus terang saja, akibat tindakan Kadisdik, lembaga DPRD sudah dipermalukan. Jadi ada baiknya jika persoalan ini diselesaikan secara kelembagaan,” sarannya.
Ditambahkan Aren, GMNI minta DPRD untuk tegas dan berani dalam bersikap agar tidak dipermainkan seenaknya. Ia menduga, tindakan Kadisdik melakukan rolling tersebut akibat dari ketidaktegasan DPRD dalam bersikap. Sehingga Kadisdik berani melakukan rolling yang jelas-jelas sudah keluar dari rekomendasi DPRD.
*HMI Kecam Tindakan Kekerasan Polisi
Sementara di tempat terpisah, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Cabang Lubuklinggau menggelar aksi damai ke Mapolres Lubuklinggau. Mereka mengecam tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap mahasiswa di Jakarta.
Pantauan koran ini, unjuk rasa dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dengan dikoordinatori Iyan Prayoga. Pendemo berangkat dari Sekretariat HMI dengan mengendarai sepeda motor seraya membawa bendara kebesaran HMI. Setiba di Mapolres langsung disambut Kasat Intel, AKP Bambang S. Selanjutnya tim HMI disarankan memarkirkan sepeda motor di bagian kanan Mapolres Lubuklinggau.
Selanjutnya mereka berjalan menuju ke depan halaman sambil membentangkan kertas karton yang bertuliskan, jangan aniaya mahasiswa, hapuskan premanisme, hentikan kekerasan terhadap mahasiswa, SBY-suka bohong.
Tidak lama menggelar orasi, Kapolres Lubuklinggau, AKBP Takwil Ichsan mengenakan seragam safari menemui para pengunjuk rasa.
Dalam orasinya, anggota HMI mengecam tindakan kekerasan oknum Polri dan menuntut Polres Lubuklinggau agar berjanji tidak akan melakukan pengawalan terhadap warga yang menyampaikan pendapat di muka umum.
“Kami dari HMI cabang Lubuklinggau mendesak Kapolres Lubuklinggau untuk menyampaikan aspirasi kami kepada Mabes Polri dengan melayangkan surat bahwa menutut pengusutan kasus kekerasan terhadap Ketua Umum PB HMI dan aktivis mahasiswa lainnya di Jakarta. Kami menuntut tindakan tegas aparat kepolisian yang terlibat dan sangat jelas di media elektronik bahkan bila perlu dipecat dari kesatuan karena telah menodai semangat demokrasi,” kata pendemo seraya berharap Polres Lubuklinggau.
Disela-sela unjuk rasa, Ketua Umum HMI cabang Lubuklinggau, Iyan Prayoga mengungkapkan aksi tersebut merupakan responstatif terhadap oknum Polri melakukan tindak kekerasan di Cipayung, Jakarta. “Saya tidak tahu kronologisnya. Tapi aksi ini adalah bentuk respon kami terhadap mahasiswa dianiaya saat berunjuk rasa,” kata Iyan.
Ditambahkan Iyan, di Lubuklinggau juga pernah terjadi oknum Polri melakukan penganiayaan. “Ada dua kasus pemukulan mahasiswa. Pertama anggota HMI dan mahasiswa Stiper,” akunya.
Menanggapi desakan supaya Polres Lubuklinggau melayangkan surat ke Mabes Polri, Takwil Ichsan menyatakan akan memenuhinya. Aspirasi mahasiswa tersebut akan disampaikan sesuai dengan perosedur institusi di kepolisian. “Saya akan kirimkan surat sesuai jenjang organisasi Polri. Untuk surat HMI, saya kirimkan ke Polda nantinya baru dikirimkan ke Mabes Polri,” kata Takwil dihadapan puluhan massa itu.
Lanjut dia, pihaknya berjanji tidak akan melakukan kekerasan terhadap mahasiswa yang berunjuk rasa dengan catatan mengikuti prosedurnya. Jika memang menyimpang undang undang makan polisi akan menerapkannya. “Untuk itu jangan berbuat anarkis saat demo,” tegas Takwil. (Tim)
0 komentar