LUBUKLINGGAU–Dugaan Pemkab Musi Banyuasin mengintimidasi masyarakat dengan membuatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) baru menjadi warga Muba kepada masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) mulai terungkap. Tujuannya guna menguatkan sumur gas Suban IV disengketakan Pemkab Muba dan Pemkab Mura agar masuk ke wilayah Muba.Hal ini dikatakan kepala SAD, Kopli (45), yang mendatangi Graha Pena Linggau, Rabu (13/10) sekitar pukul 21.30 WIB.
Kopli menjelaskan baru-baru ini ia didatangi seseorang bernama Senin yang mengaku telah diangkat oleh Pemkab Muba menjadi Kepala Dusun Desa Suku Suban, Kecamatan Batanghari Kabupaten Muba. Dengan maksud menemui Kopli untuk membuatkan KTP kepada 50 Kepala Keluarga (KK) SAD berdomisili di Dusun 4, Kecamatan Nibung, Kabupaten Mura. Tak hanya itu Senin mengatakan akan membuatkan perangkat desa guna mendata masyarakat SAD.
Namun hal itu ditolak mentah-mentah Kopli karena bertentangan dengan keyakinannya. Ia beranggapan sejak zaman nenek moyangnya secara turun temurun telah menjadi masyarakat Mura, hingga tidak ada alasan pindah menjadi warga Muba. Ini dipertegas dari batas alam sungai Batanghari Leko masuk ke wilayah Mura. Menurut Kopli sekarang SAD berjumlah lebih kurang 115 KK tapi yang menetap hanya 50 KK.
Sementara itu, Kades Tebing Tinggi, Sahibar Bakri membenarkan peristiwa rencana pembuatan KTP gratis kepada masyarakat SAD. “Hingga sekarang saya masih bingung mengenai kejelasan batas di Dusun 4, namun saat ini administrasi desa masih dibawah administrsi Kabupaten Mura,” katanya.
Lebih lanjut Sahibar minta kepada Pemkab Mura untuk terjun ke lapangan, guna menjelaskan kepada masyarakat yang sebenarnya. Agar tidak ada polemik dan kebingungan pada masyarakat awam. Hingga saat ini ia belum pernah diajak berdialog oleh Pemkab Mura sehubungan polemik perbatasan ini.
Sahibar menjelaskan pada 2007 lalu pernah dikeluarkan izin prinsip atas nama PT Seleraya Merangin 2 yang menyebutkan sungai Batanghari Leko masuk kedalam wilayah Mura, namun kemudian direvisi dengan menyebutkan Sungai Batanghari Leko masuk wilayah Muba. Sahibar menilai hal ini karena ada politisasi dari pejabat Muba untuk menyesatkan masyarakat. (mg02)
0 komentar