LUBUKLINGGAU–Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Lubuklinggau akan merazia produk yang tidak mencantumkan label lengkap sesuai dengan ketentuan berlaku. Razia ini akan dilakukan dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas (Mura), serta aparat penegak hukum. Tindakan ini sebagai wujud implementasi pasal 8 huruf i dan j Undang-Undang (UU) RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam pasal 8 huruf i dijelaskan, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat. Pada hurup j dijelaskan pula, bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan pasal 8 huruf I dan j, sebagaimana dijelaskan pasal 62 UU No. 8 tahun 1999, akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 milyar.
Demikian dikemukakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Lubuklinggau Masnun Syahrin melalui Kabid Perdagangan, Emra Endi kepada koran ini, Rabu(20/10).
Kemudian dipertegas dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri (Permen) Perdagangan RI Nomor:22/M-DAG/Per/5/2010, tentang kewajiban pencatuman label pada barang. Dan pada pasal 2 ayat(5) dijelaskan pula, bahwa penggunaan bahasa selain Bahasa Indoensia angka arab, huruf latin diperbolehkan, jika tidak ada padanannya.
“Jika konsumen ada yang melihat maupun menemukan produk-produk di pasaran ternyata tidak mencantumkan label sesuai dengan peraturan tadi, seperti tidak menggunakan Bahasa Indonesia, diharapkan masyarakat dengan terbuka untuk melaporkan temuan produk yang tidak berlabel tersebut,” jelas Emra Endi didampingi Uci Eko Subandrio, Petugas Pengawas Barang dan Jasa (PPBJ) Disperindag Kota Lubuklinggau.
Pihak Disperindag berharap agar konsumen bisa lebih cerdas dan kritis dalam membeli dan menggunakan produk. Selama ini konsumen hanya konsentrasi memilih produk dari segi Expired (kadaluwarsa)nya saja. Padahal konsumen sebagai pengguna, sebisa mungkin selektif mulai belajar untuk meneliti dan melihat kelengkapan label yang tercantum pada produk yang akan dibeli. Ini salah satu cara untuk meminimalisir dampak dari penggunaan produk yang labelnya tidak jelas. “Mumpung belum terjadi hal yang tidak kita inginkan, oleh sebab itulah kita harus hati-hati membeli produk sejak sekarang,” himbau Emra Endi.
Menteri Perdagangan RI juga mewajibkan produk-produk mencantumkan label berbahasa Indonesia adalah elektronika keperluan rumah tangga, telekomunikasi dan informatika, sarana bahan bangunan, keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya), dan daftar jenis barang lainnya seperti kabel listrik, kaos kaki, alas kaki dan produk kulit, saklar, mainan anak, serta pakaian jadi.
“Peraturan wajib label Bahasa Indonesia ini diberlakukan sejak 1 September 2010 lalu. Dengan adanya aturan wajib label berbahasa Indonesia, setiap produk yang akan diedarkan atau diperdagangkan di pasar Indonesia termasuk di Kota Lubuklinggau harus sudah mencantumkan berbagai informasi produk dalam Bahasa Indonesia. Aturan ini akan menjamin bahwa konsumen dapat segera memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan atau dimanfaatkan,” terang Emra Endi.
Menurut Ketua YLKI Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas (Mura) Hasran Akwa, selama ini pihaknya sudah melakukan sosialisasi terhadap pelaku usaha mengenai keharusan mencantumkan label berbahasa Indonesia dalam setiap produk yang diedarkan. Tetapi apakah hasil sosialisasi tadi sudah direalisasi atau belum oleh pelaku usaha di daerah ini, YLKI atau Disperindag belum dilakukan pengecekan lebih lanjut. Hanya saja untuk pelaku produk pangan sudah ada perubahan, terutama mengenai barang kadaluarsa. Tetapi untuk produk elektronik, telekomunikasi dan informatika, bahan bangunan serta suku cadang kendaraan bermotor belum termonitoring.
“UU Perlindungan Konsumen pada prinsipnya tetap menjadi acuan kami untuk melakukan pengawasan sekaligus perlindungan terhadap konsumen. Himbauan maupun sosialisasi yang dilakukan selama ini, kepada para pelaku usaha sepertinya sudah cukup. Bahkan terlalu besar batas toleransi kami untuk terus menghimbau dan menghimbau pelaku usaha,” kata Hasran Akwa, Rabu (20/10).
Salah satu sosialisasi yang dilakukan, yaitu melalui media cetak. Selain itu dalam inspeksi mendadak (sidak) juga telah kami sampaikan kepada pelaku usaha untuk terus memperhatikan dan hanya diperbolehkan mengedarkan produk yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Sementara ini sanksi yang dilakukan baru sebatas penarikan barang dari peredaran. Apa yang dilakukan selama ini sepertinya belum menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha. Oleh sebab itu dalam waktu dekat kami akan terus berkoordinasi dengan dinas terkait untuk menindak tegas pelaku usaha yang masih memperdagangkan maupun memproduksi produk yang tidak sesuai ketentuan. Dan diharapkan masyarakat tidak segan-segan melapor ke YLKI dan Disperindag, jita menemui produk yang beredar di pasaran tidak mencantumkan label yang lengkap,” tambah Hasran. (Mg03)
0 komentar