STL ULU TERAWAS–Diduga ribuan hektare sawah tadah hujan di Kecamatan STL Ulu Terawas, Kabupaten Mura, berubah fungsi menjadi hamparan kebun sawit. Malah ada lahan itu menjadi lahan tidur.Pantauan di lapangan, Rabu (14/10), sedikitnya 50 Hektare (Ha) sawah sawah tadah hujan di Kabupaten Mura telah berubah fungsi menjadi kebun sawit. Di samping itu puluhan hektar lahan sawah yang kini hanya menjadi lahan tidur.
Seperti terlihat di sekitar Desa Srimukti, Sukamana dan kampung baru, Kecamatan STL Ulu Terawas. Sebagian lahan sawah yang dulunya produktif ditanami padi kini sudah berubah menjadi hamparan kebun sawit dan sebagian lagi lahan tidur.
Meskipun areal tanaman sawit pada eks lahan sawah itu tidak begitu luas dan sifatnya tidak merata, namun perlu menjadi perhatian pemerintah daerah untuk mengantisipasinya agar areal kebun sawit di atas lahan sawah itu tidak terus bertambah.
“Dulunya lahan yang ditanami sawit tersebut ditanami padi. Namun, sejak dua tahun lalu oleh pemiliknya sudah ditanami sawit penuh. Penanaman tersebut dilakukan dengan cara bertahap,” ungkap PN, salah seorang warga setempat minta namanya dirahasiakan.
PN mengaku sebagai warga Kabupaten Mura serta petani sangat terlintas perasaan waswas dengan maraknya alih fungsi lahan sawah disekitar tempat dirinya bermukim. “Kalau bagi yang punya lahan mungkin tanaman sawit lebih menjanjikan dibandingakn dengan menanam padi. Tapi bagi kami sebagai buruh ini takut nanti tidak ada pekerjaan lagi kalau tidak ada warga yang panen karena sawah sudah berubah jadi kebun sawit semua,” bebernya.
Menurutnya, sudah seharusnya Pemkab Mura berpikir jauh ke depan. Apalagi dikenal sebagai lumbung pangan dan energi. “Jangan sampai ikon itu hilang karena maraknya alihfungsi lahan dilakukan warga. Seharusnya pemerintah memberikan larangan keras dan sanksi bagi warga yang menjadikan areal sawah menjadi lahan tempat menanam sawit atau mendirikan bangunan lainnya itu,” pintanya.
Dikatakanya, lahan sawah ditanami sawit merupakan sawah tadah hujan selama ini tidak digarap karena kesulitan mendapatkan air. Apalagi untuk kawasan tersebut tidak terdapat irigasi pengairan yang jelas, sehingga sebagian masyarakat mengalihkan fungsinya menjadi kebun sawit. “Daripada mubazir lebih baik ditanam sawit saja. Toh harga sawit juga tinggi saat ini,” ucapnya.
Ia menyatakan jika Pemkab Mura ingin sawah tadah hujan tersebut dapat dipergunakan semestinya maka apa tindakan Pemkab selanjutnya membangun dan mempertahankan slogan Kabupaten Mura lumbung pangan dan energi.
Di lain tempat, Kabid Program Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Mura, Magaratua mengatakan masalah alih fungsi lahan pertanian sawah di STL Ulu Terawas hingga kemarin (13/10) laporannya belum diterima pihaknya.
Diteruskanya latar belakang alih fungsi lahan itu apa mungkin kondisi areal sawah di sana memang kekeringan air. “Karena ini masalah kebutuhan hidup mungkin mereka menganggap lebih cocok ditanami sawit,” kata Mangara.
Ditanya akibat dari alih fungsi, Mangarai mengatakan akan terjadi penurunan luas tanam. “Secara otomistis dapat pengaruh juga berkurangnya produksi tanam,” ungkapnya.
Ditambahkanya pelarangan alih fungsi, sudah ada dalam undang-undang No. 41 tahun 2003 tetang perlindungan tanaman pangan berkelanjutan.
“Masalah sanksi sebagai alih fungsi memang belum ada. Saat ini harus diajukan dulu delapan Peraturan Pemerintah (PP) diantaranya tiga peraturan, tiga perda pemerintah pusat, dan tiga perda kebutuhan, perda ini akan diusulkan untuk dilanjutkan Propinsi. Kalau sudah terdapat delapan PP ini akan ada batas-batas dan sanksi yang melakukan alih fungsi,” papar Mangara.
Dikatakanya guna menghidari berkurangya hasil produsi tanam, Pemkab Mura melakukan perluasan lahan di Kecamatan Selangit. Hingga pengairanya sampai ke Megang Sakti. “Areal perluasan lahan ini lebih kurang 14 Hektar,” sebutnya.
Dijelaskanya, kedepanya bagai mereka yang mempertahankan lahan untuk tidak dijual untuk alih fungsi akan ada intensif dan insentifnya dari pemerintah. “Kalau memang dialihfungsikan harus ada ganti lahan baru,” jelasnya.
Lahan irigasi kita merupakan lahan irigasi produktif. Sementara hasil produksi Kabupaten Mura tahun 2009 mencapai 282.976 ton. “Produksi rata-rata perhektar mencapai 4.7 ton Gabah Kering Panen (GKP),” pungkas Mangara.(10/05)
0 komentar