Image Hosting
Image Hosting


Sikap Zainal Abidin Tentang Peserta MTQ Ngebon

Keinginan seseorang atau kelompok tertentu memenangkan suatu kompetisi itu wajar, sepanjang yang dilakukan itu fair play. Tidak terkecuali dengan pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Lantas bagaimana pendapat H Zainal Abidin KRJ tentang ketidakjujuran justru terjadi dalam event yang menjunjung tinggi norma agama Islam tersebut?

Rehanudin Akil, Lubuklinggau
UNTUK kesekian kalinya sejak 2004, H Zainal Abidin KRJ dipercaya Pemkot Lubuklinggau menjadi anggota dan ketua panitia pelaksana MTQ tingkat kota berslogan ‘Sebiduk Semare’.

Rangkaian tugas sekaligus amanah yang diterima lelaki kelahiran, Karangjaya, 15 November 1954, tersebut tidak berarti Ia merasa lebih pandai dari rekannya sesama birokrat di jajaran Pemkot Lubuklinggau. Demikian penuturan pertama disampaikan Zainal pada koran ini, seusai menunaikan salat Ashar berjamaah di Masjid Agung As-Salam Lubuklinggau, Kamis (18/3).

“Berat mengemban amanah menjadi ketua penyelenggara MTQ ini. Sebab masih banyak orang yang lebih pandai, qualified dan lebih berkompeten untuk melaksanakannya. Baik di dalam lingkungan Pemkot Lubuklinggau maupun dari unsur masyarakat. Ukuran kesuksesan dinilai tidak sekedar pandangan manusia, melainkan lebih mengindahkan hukum Allah SWT,” ungkap penyandang gelar S1 dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang dan lulusan S2 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Indonesia (STIAMI) Jakarta, bernada merendah.

Perbincangan dengan Kabag Kesra Setda Kota Lubuklinggau ini mengalir lancar. Ia pun langsung menanggapi rumor tentang adanya peserta MTQ yang berasal dari luar daerah atau sering diistilahkan ngebon. Menurutnya, isu tersebut bukanlah hal baru ia dengar. Kendati demikian bukan berarti harus mahfum jika betul-betul ada dan terjadi di arena MTQ ke-7.

“Karena sesuai arahan Walikota Lubuklinggau, output dari MTQ bukan berorientasi pada juara atau penghargaan. Melainkan sebagai ajang untuk syiar sekaligus melestarikan kesucian kandungan kitab suci Al-Quran. Salah satu indikatornya tercermin dalam sikap dan perilaku keseharian kaum Muslim, khususnya di Kota Lubuklinggau. Dengan demikian visi pembangunan untuk mewujudkan kota ini menjadi kota madani memenuhi harapan,” papar suami Hj. Masunim yang juga ayah dari Sisma ZA, AD Azman dan Ahmad Abrori.

Akibat melakukan tindakan tidak terpuji (ngebon peserta MTQ dari daerah lain, red), lanjut Zainal, itu preseden buruk bagi seluruh kaum Muslim. Pasalnya, untuk kepentingan syiar Al Quran dan Islam saja menggunakan cara-cara yang tidak jujur. Lantas bagaimana pula dalam urusan lainnya? Dijelaskan Zainal, mohon maaf kompetisi sepak bola, fashion show atau apapun namanya, kita menghendaki fair play dan prinsip kejujuran. “Apalagi urusan keyakinan agama. Jadi, sudah jelas sebagai pihak penyelenggara sangat tidak mentolelir peserta titipan maupun ngebon,” tandasnya.

Harus disadari oleh semua pihak yang terkait dengan event MTQ, kata Zainal, bahwa perbuatan tidak jujur tidak bisa disembunyikan dari Allah SWT. Selain itu, jelas sangat merugikan bagi kepentingan daerah Kota Lubuklinggau. Mendatangkan peserta dari daerah lain hanya untuk menyabet juara, tentu saja bukanlah tanpa modal alias gratis. Mereka harus dipenuhi segala akomodasinya selama berada di kota ini. Lalu bagaimana jika peserta hasil ngebon tadi ternyata meraih juara utama, artinya untuk perlombaan MTQ ke jenjang yang lebih tinggi harus mewakili Lubuklinggau. Sudah pasti kita pun harus mengalokasikan sejumlah anggaran dana untuk peserta yang notabene berasal dari daerah lain.

“Jangan sampai terjadi. Takut sama Tuhan dan malu dengan sesama manusia jika ketahuan. Apalah artinya penghargaan jika memperjualbelikan ayat Quran. Saya berharap tidak terjadi di sini, karena sama halnya menipu diri sendiri,” harapnya(*)

Image and video hosting by TinyPic

    ShoutMix chat widget