Image Hosting
Image Hosting



foto M Yasin/Linggau Pos
PASAR : Bangunan Pasar Tanjung Aman, Kecamatan Lubuklinggau Barat I belum dioperasikan karena belum ada fasilitas penunjang, seperti listrik dan Water Closet (WC). Foto diabadikan beberapa hari lalu.


LUBUKLINGGAU–Program pembangunan Pemkot Lubuklinggau dinilai tidak matang dalam perencanaan. Buktinya, dapat dilihat dari sejumlah bangunan yang sudah selesai dikerjakan tetapi tidak bisa langsung difungsikan.
Misalnya, pembangunan Pasar Tanjung Aman, Kecamatan Lubuklinggau Barat I belum bisa difungsikan karena terkendala fasilitas penunjang belum ada. Fasilitas dimaksud seperti Water Closet (WC), listrik, dan sarana air bersih.

Bukan itu saja bahkan saat akan mengoperasikan Pasar Bukit Sulap (PBS) 2008 juga terkendala karena belum tersedia jaringan listrik dan air bersih. Belum lagi mengenai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
Bahkan terkesan pembanguan PBS mengabaikan AMDAL. Hal ini terbukti drainase (siring,red) dari PBS membanjiri puluhan rumah warga Jalan Mangga Besar, Kelurahan Pasar Satelit, Kecamatan Lubuklinggau Utara II. Tidak hanya itu bahkan Jalan Jendral Sudirman tepatnya jalan di depan PBS digenangi air limpasan dari saluran drainase tersebut, saat PBS masih dalam tahap pengerjaan antara 2007-2008 lalu.

Ditambah lagi pembangunan pasar ikan Simpang Periuk, Kecamatan Lubuklinggau Selatan I. Bangunan pasar bantuan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) tersebut usianya sudah tiga tahun. Namun hingga kini belum difungsikan. Sehingga masyarakat menilai pembangunan sejumlah pasar baru di kota ini terkesan terbengkalai karena belum difungsikan.

Lemahnya perencanaan program pembangunan di kota berslogan “Sebiduk Semare” ini mendapat perhatian Koordinator Pedagang Kaki Lima (PKL) PBS, Guntur. Menurut dia, sejumlah bangunan pasar baru yang ada Kota Lubuklinggau mubazir. Sebab hingga kini pasar itu belum berfungsi. “Lambannya pengoperasian pasar tersebut mengakibatkan semakin berlarut-larutnya penyelesaian penertiban PKL di Jalan Jendral Sudriman dan Jalan Kalimantan,” katanya.

Guntur menambahkan, bagaimana bisa menyelesaikan kesemrawutan kedua jalan tersebut kalau kosentrasi PKL masih fokus di sekitar Pasar Inpres. “Coba kalau kosentrasi pedagang sudah dipecahkan. Maksudnya pedagang tidak hanya berdagang di sekitar Pasar Inpres tentu kesemrawutan kedua jalan tersebut akan tertib,” ucapnya.

Lambannya mengoperasikan pasar-pasar baru, lanjut Guntur, karena kerja aparatur hanya formalitas saja. “Maksudnya hanya sebatas menjalankan tugas. Atau mungkin disiplin ilmu aparatur yang ada tidak mumpuni. Sehingga tidak bisa membuat program dengan baik,” dugaannya.

Terpisah, Asisten II Setda Kota Lubuklinggau, Hermansyah Unip saat dikonfirmasi wartawan koran ini, tidak menampik kurangnya perencanaan pembangunan yang dibuat oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pembanguan fisik dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum.

Asisten yang membidangi Perekonomian dan Pembangunan ini berjanji kedepan akan menjadi perhatian pihaknya. “Kedepan akan dievaluasi,” katanya.
Asisten juga mengakui DPU kurang memperhatikan AMDAL. Sebagai contoh belum lama ini saya mengecek Detail Entering Desaig (DED) pengembangan PBS, yakni penambahan bangunan di belakang pasar tersebut. Setelah saya teliti ternyata dalam DED tersebut tidak ada drainase. Dan saya minta DED tersebut diperbaiki harus ada drainase,” ungkapnya.

Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Lubuklinggau, perintahkan agar drainase pengembangan PBS itu dialirkan ke belakang bangunan PBS. “Pembuangan air jangan dialirkan ke drainase yang ada di depan PBS. Kalau dialirkan ke drainase di depan PBS, pasti banjir lagi. Sebab drainase itu tidak cukup menampung air hujan. Seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu,” jelas Hermansyah Unip.

Dia meminta kepada DPU untuk memperhatikan AMDAL sebelum melaksanakan pembangunan fisik. Disamping itu juga dalam merencanakan pembangunan jangan tanggung-tanggung. Sebagai contoh pembanguan Pasar Tanjung Aman yang tidak dilengkapi fasilitas umum penunjang seperti WC, air bersih dan listrik. Hendaknya kalau membuat program pembangunan langsung lengkap. “Kalau anggaran terbatas artinya harus mengurangi jumlah paket pembangunan. Untuk apa banyak kegiatan akan tetapi bangunannya tidak dapat langsung difungsikan karena terkendala fasilitas penunjang belum ada. Jadi wajar saja kalau masyarakat menilai bangunan tersebut terbengkalai atau mubazir karena belum difungsikan,” ucapnya.

Dia berharap, aparatur yang membidangi perencanaan untuk meninggalkan kebiasaan lama yang kurang baik tersebut. “Berdasarkan pengalaman tahun-tahun seblumnya, ketika akan mengoperasikan bangunan tertentu pasti terkendala fasilitas penunjang. Maka dari itu pengalaman tersebut harusnya menjadi pelajaran untuk tidak diulangi lagi. Artinya, kalau menyusun perencanaan pembanguan lengkapilah sarana pendukungnya. Sehingga ketika bangunan selesai dapat langsung difungsikan,” pungkasnya.(02)

Image and video hosting by TinyPic

    ShoutMix chat widget