Sosok Firdaus Abky, Lurah Lubuk Aman
Sejak menjadi mahasiswa hingga menyandang gelar sarjana di Yogyakarta, Firdaus Abky, banyak berkecimpung di organisasi internal dan eksternal kampus. Bahkan setelah meninggalkan kota pendidikan itu, Ia menjadi aktivis Non Government Organization (NGO), partai politik, hingga akhirnya menjadi birokrat. Berikut penuturannya.
Rehanudin Akil, Lubuk Aman
TIADA satu pun makhluk dunia bersifat kekal dan abadi. Apalagi dalam pemikiran, konsep, rencana kerja bisa berubah dalam satuan detik. Sehingga perubahanlah yang selalu terjadi dan bersifat konstan. Demikian dasar pemikiran Firdaus Abky, saat memulai perbincangan dengan saya, Sabtu (20/3), di kediamannya Jalan Garuda RT 04 Kelurahan Lubuk Aman, Kecamatan Lubuklinggau Barat I.
Atas dasar pemikiran demikianlah lelaki kelahiran, Lubuk Aman, 21 September 1973, memaknai perjalanan hidupnya. Sebut saja pasca merampungkan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 Lubuklinggau tahun 1992, bungsu dari tujuh saudara buah hati mendiang H Ali Bikum (Lubuk Aman) dan Hj Koyimah (Kikim, Lahat), meninggalkan tanah kelahirannya.
Kelana suami Herlindawati yang juga ayahanda dari Brilian Satria Nusa Firdaus (6) dan Ihza Madinna Firdaus (3), pada waktu itu ke Yogyakarta. Tujuan utamanya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Jadilah Firdaus memilih jurusan Psikologi Pendidikan di FKIP Universitas Ahmad Dahlan. Selama berstatus menjadi mahasiswa, kesukaannya pada organisasi tersalur secara baik.
Mulai dari organisasi dalam kampus, seperti menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), hingga organisasi luar kampus, seperti ketua Fokusmaker (Forum Komunikasi Mahasiswa Kekaryaan). Organisasi disebutkan terakhir merupakan underbow SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia), organisasi sayap Partai Golkar. Selain itu, menjadi ketua bagian kepemudaan KNPI Kodya Yogyakarta.
Selain gemar berorganisasi, Firdaus juga suka menulis ilmiah. Bahkan dalam bidang satu ini, dia pernah menyabet juara 1 lomba karya tulis tingkat nasional dalam rangka Muktamar Muhammadiyah di Aceh (sekarang NAD, red). Prestasi lainnya, pernah masuk finalis 10 besar dalam lomba pidato PTN dan PTS (Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta) se-Yogyakarta.
Setelah menamatkan kuliah pada 1997, Firdaus, hijrah ke DKI Jakarta. Tidak lama berada di megapolitan Jakarta, runtuhnya Orde Baru (1998) dan lahir Orde Reformasi. Bersama teman-temannya sesama aktivis ketika di Yogyakarta, Firdaus ikut mendirikan Partai Republik.
Menjelang perhelatan Pemilu Legislatif, 1999, Firdaus diamanahkan rekan-rekan separtainya, mengunduh Partai Republik di Kabupaten Musi Rawas (Mura). Di Bumi Lan Serasan Sekentenan ini, Firdaus menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Republik. Hingga akhirnya ikut menjadi salah seorang kontestan Pemilu Legislatif.
Pada saat itu struktur pelaksana Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya ada di pusat dan membawahi Pelaksana Pemilu Indonesia (PPI). Sedangkan tingkat provinsi dan kabupaten/kota Pemilu dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Daerah (PPD I dan PPD II). “Anggota PPD II merupakan representasi partai kontestan Pemilu. Saya mewakili Partai Republik di PPD II Mura, sekaligus mendapat amanah menjadi sekretaris PPD II Mura,” kenang sarjana hukum lulusan Universitas Profesor Hazairin Bengkulu.
Singkat kisah pada Pemilu perdana menggunakan sistem multipartai di era Reformasi tersebut, Firdaus belum mendapatkan dukungan suara cukup signifikan. Sehingga usahanya untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten Mura masa bakti 1999-2004 gagal.
Kegagalan tersebut ternyata tidak membuatnya patah arang. Sebaliknya sebagai seorang aktivis pergerakan, Firdaus, menjadikan pemicu semangat perjuangan berikutnya. “Pemilu 1999, merupakan Pemilu perdana di era Reformasi menggunakan sistem multipartai. Sistem itu menguntungkan partai besar dan figur yang sudah tenar. Selain itu sempat menyentak gelombang demokrasi Indonesia juga,” paparnya tanpa merinci detail apa maksud dari pernyataan tersebut.
Selanjutnya pada musim Pemilu Legislatif masa bakti 2004-2009, Firdaus, kembali bertarung merebut kursi dewan. Hanya saja persaingan politik kedua kalinya ini untuk meraih kursi DPRD Kota Lubuklinggau. Kendaraan politiknya pun berubah, melalui Partai Bulan Bintang (PBB). Hasilnya, pendiri LSM Merah Putih Lubuklinggau ini kembali gagal.
Tidak lama usai Pemilu 2004, ada lowongan penerimaan CPNSD dilakukan serentak secara nasional. Masih dalam suasana setengah ‘letih’ karena gagal menjadi anggota legislatif untuk dua kali musim Pemilu. Firdaus, diajak rekan seangkatan kuliah saat di Yogyakarta untuk ikut tes CPNSD Kota Lubuklinggau.
“Terus terang sedikit pun saya tidak yakin lulus. Masalahnya banyak aktivitas yang saya lakukan orientasinya tidak ke arah birokrat. Bahkan hingga saya dinyatakan lulus dan dipublikasikan di media lokal, saya tidak percaya. Saat itu banyak SMS dari teman-teman yang mengucapkan selamat. Awalnya saya berpikir ucapan selamat tahun baru, sebab saat itu akhir Desember 2004,” tuturnya seraya menerawang masa lalu.
Sampai akhirnya, Firdaus pun menyadari bahwa manusia hanya ditakdirkan berusaha dan Tuhan pulalah yang mempunyai kuasa dan keputusan sempurna. Status PNS diembannya penuh dedikasi. Sekarang Firdaus Abky menjabat lurah Lubuk Aman, Kecamatan Lubuklinggau Barat I. Resep kepemimpinannya? “Cukup sederhana, yakni sabar mendengar keluhan warga dan cepat bertindak,”pungkas lurah termuda di Kecamatan Lubuklinggau Barat I.(*)
0 komentar