LUBUKLINGGAU–Penanganan kasus dugaan mark up pengembangan PDAM Tirta Bukit Sulap (TBS) Intake Kasie II, yang dilimpahkan dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Palembang, belum ada kejelasan. Sebab sebelumnya kasus itu lebih dulu diselidiki Polda Sumsel, sehingga Kejati tidak dapat menangani perkara ini.
“Kalau kasusnya ditangani instansi lain dalam hal ini Polda, kami tidak menanganinya supaya tak terjadi over latting (Kelebihan),” kata Kajati Palembang, Ibnu Hariadi didampingi Aspidsus, Roskanedi dan Kajari Lubuklinggau, Taufik Satia Diputra kepada Linggau Pos, Rabu (10/3). Ditanya pelimpahan penanganan kasus dari KPK ke Kejati, Ibnu Hariadi menjawab pihaknya mengakui ada surat dari KPK untuk menangani masalah tersebut. “Kalau kasus itu memang ditangani Polda Sumsel, maka kami menghentikan penyelidikan lalu memberi balasan surat ke KPK,” jelas Kajati.
Lanjut dia, tim Kejati siap menyelidiki kasus dugaan mark up pengembangan PDAM Tirta Bukit Sulap (TBS) Intake Kasie II. “Kami akan crosscek ke Polda Sumsel terkait kasus itu. Bila tidak ada, kami akan melanjutkan kasus tersebut” ujar Kajati.
Terpisah, Kapolda Sumsel, Irjen Pol Hasyim Irianto melalui Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Abdul Ghafur saat dikonfirmasi wartawan koran ini, melalui telepon mengaku belum menerima informasi kasus dugaan mark up pengembangan PDAM Tirta Bukit Sulap (TBS) Intake Kasie II yang dilaporkan ke Polda Sumsel. “Saya akan mengecek informasi tersebut. Bila dilaporkan ke Polda Sumsel tentu ditindaklanjuti,” ucapnya singkat.
Untuk diketahui, kasus dugaan mark up pengembangan PDAM Tirta Bukit Sulap (TBS) Intake Kasie II itu dilaporkan Komisi III DPRD Kota Lubuklinggau ke Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Bukti-bukti dugaan mark up telah diterima pihak sekretariat KPK, yakni Tosim dengan nomor laporan KPK : 2008.10-000535, Selasa, 21 Oktober 2008.
Selanjutnya mantan 10 anggota DPRD Kota Lubuklinggau periode 1999-2004 yang terdiri Hermansyah, M Sapran, Andri Tanzil, M Rudi, H Suhada, HM Guntur, Handurip, Wiji Sugeng, Sambas, dan M Isa langsung “tercengang” ketika melihat secara langsung proyek Rp 14 miliar Intake Kasie II.
Bahkan ketika Kabag Teknis PDAM TBS Kota Lubuklinggau, Ir Mahizul Harari mengatakan, “Inilah Intake Kasie II.” satu persatu wakil rakyat ini saling bertanya, “Ini bangunan Rp 14 miliar? Ini Intake Kasie II itu?”.
Bahkan untuk lebih memastikan bahwa yang dipijaknya adalah Intake Kasie II, salah satu anggota Komisi III, Suhada kembali bertanya kepada Kabag Teknis DPAM. “Ini bangunan Rp 14 miliar itu pak?, tanya Suhada. “Ya inilah Intake Kasie II. Tapi Rp 14 miliar itu bukan hanya bangunan, Intake (tangkapan air. red), dan bronjong saja, ada pipa sepanjang kurang lebih 4 KM menuju PDAM TBS,” jawab Mahizul.
Setelah memastikan bahwa yang dipijaknya adalah salah satu aset daerah, 10 wakil rakyat kembali tidak percaya saat melihat bronjong sebagai penghadang air sungai Kasie II hancur diterjang derasnya sungai Kasie II. Kabag Teknis PDAM TBS Kota Lubuklinggau, Ir Mahizul Harari langsung mengakui jika jebolnya bronjong terjadi karena air sungai Kasie II meluap.
“Karena masih dalam pemeliharaan, maka sekarang sedang dalam perbaikan,” jelas Mahizul sambil menunjuk beberapa orang yang berada diseberang sungai. “Itu pekerjanya” timpal Mahizul yang menyarankan wartawan koran ini untuk bertanya lebih jauh soal Intake Kasie II kepada Bagian Pembangunan Setda Lubuklinggau Puas melihat salah satu proyek multi year milik Pemkot Lubuklinggau, 10 wakil rakyat ini bersama Kabag Teknis PDAM TBS dan Kabag Keuangan PDAM, Iskandar langsung kembali pulang dengan melalui jalur pipa. Bukan melalui jalur saat mereka menyambangi proyek tersebut.
Dalam perjalanan pulang, 10 wakil rakyat menemukan ketidakberesan dalam pengerjaan proyek Intake Kasie II. Pipa yang semestinya tertanam didalam tanah, tampak keluar sehingga menjadi jembatan bagi pejalan kaki. Ironisnya, akibat galian pipa terdapat beberapa titik longsor hingga menyebabkan saluran irigasi warga setempat hancur.
Wakil Ketua DPRD Kota Lubuklinggau, Hermansyah usai meninjau proyek kepada wartawan mengakui kaget melihat Intake Kasie II. Karena menurutnya, proyek yang menelan dana Rp 14 miliar tersebut tidak sesuai yang diharapkan. Buktinya, papar Herman bangunan dalam wilayah Intake tidaklah memadai, bronjong sudah hancur, ukuran Intake yang hanya berukuran 8 x 6 M2, dan pipa sudah muncul dipermukaan tanah. “Cukup memprihatinkan. Dan Intake Kasie II ini kita juluki Intake 86,” kata Hermansyah yang enggan menjelaskan arti angka 86 tersebut.
Lantas apakah ada upaya hukum untuk mengusut proyek ini? Hermansyah menyatakan segera melakukan rapat internal dan akan diteruskan ke pimpinan dewan untuk mengusulkan hak angket terhadap walikota Lubuklinggau. “Hak angket ini harus dilakukan. Kita pertanyakan uang Rp 14 miliar lebih itu. Menurut perhitungan kita, proyek ini hanya menelan dana kurang lebih Rp 5 miliar,” tegas Hermansyah.
Selain melalui hak angket, tambahnya, dewan akan kembali mendatangi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Jakarta. Hal ini untuk menyerahkan bukti-bukti baru dugaan tindak pidana korupsi pada pembangunan Intake Kasie II. “Soal tender kita lewatkan dulu. Yang penting sekarang fisik Intake yang kuat dugaan terjadi konspirasi korupsi,” pungkasnya.
Ketua Komisi III, M Sapran hanya meyayangkan pernyataan Walikota Lubuklinggau, Riduan Effendi yang menyatakan Intake Kasie II sudah 100 persen selesai dikerjakan.
Sementera itu, Suhada menambahkan, pembangunan Intake Kasie II jauh dari paparan pihak ketiga yakni PT Uni Global. Intake yang semestinya untuk mensejahterakan rakyat berubah menjadi menyengsarakan rakyat dengan rusaknya saluran irigasi.
“Saat paparan Intake ini juga menghasilkan AMDK (air minum dalam kemasan) tapi faktanya, jangankan AMDK proyek ini saja mengakibatkan kerusakan saluran irigasi akibat galian pipa,” pungkasnya.(10)
0 komentar