Ketua KPAID Lubuklinggau, Astuti Karya Dewi
Berawal dari perasaan risau bercampur khawatir terhadap masa depan anak bangsa, Astuti Karya Dewi (47), memilih Komite Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Lubuklinggau sebagai sarana mewujudkan tujuan mulia itu. Sudah tiga bulan Ia mengemban amanah sebagai ketua lembaga perlindungan anak tersebut. Apa saja yang telah dan akan dilakukan Dewi melalui KPAID? Berikut penuturannya.
Rehanudin Akil, Watervang
BERTANDANG di kediaman Dewi, demikian perempuan berjilbab ini biasa disapa, menyenangkan. Sebelum memasuki wisma yang terletak di Jalan Mawar No.122 Kelurahan Watervang, Kecamatan Lubuklinggau Timur I. Lebih awal harus melintasi suasana terbuka kolam renang Tirta Nirwana, dan segarnya tiupan udara objek wisata Watervang.
Tidak ingin mengganggu jam kerja wajibnya sebagai Ketua KPAID Kota Lubuklinggau, wartawan koran ini, kemarin (8/3), sengaja membuat janji bertemu sekitar pukul 16.00 WIB. Selain itu, saya juga tahu kediaman Dewi yang sementara ini digunakan sebagai Sekretariat KPAID. Sebagiannya lagi sebagai kantor perusahaan milik Gideonse Tido FJ, pria berdarah Belanda dan Perancis, yang tidak lain suami Dewi.
Benar juga tepat waktu yang telah disepakati tersebut, saya tiba di aula kolam renang Tirta Nirwana. Di ruangan serbaguna tersebut ada Dewi, Tido, dan tiga orang keluarganya sedang melakukan pembicaraan tampak serius. Lantas, kehadiran saya serta merta membuyarkan perbincangan keluarga tersebut. “Selamat datang,” sapa Tido, seraya bangkit dari kursi dan menjabat tangan saya. “Silakan duduk, tidak apa-apa, hanya perbincangan dengan adik saya,” sapa Dewi, mengulas senyum.
Selanjutnya perempuan kelahiran Lubuklinggau, 28 Januari 1963, sulung delapan saudara buah cinta pasangan mendiang Suwito dan Hj Hudaidah ini langsung angkat bicara seputar KPAID hingga obsesinya selama didapuk menjadi ketua lembaga perlindungan anak tersebut.
“Terus terang ada banyak kekhawatiran saya tentang perkembangan anak di kota ini, untuk masa mendatang. Apakah anak-anak sanggup bertahan dan bisa tumbuh normal di tengah derasnya arus globalisasi, tanpa ada upaya serius dan sistematis yang dilakukan semua elemen bangsa,” ungkap ibu seorang putri yang baru beranjak remaja, Melinda Yulvi Adisty.
Kendati hanya memiliki anak kandung semata wayang, namun Dewi mempunyai delapan anak asuh. Belakangan diketahui anak asuh Dewi, rata-rata merupakan anak saudara kandungnya. Hal tersebut sudah menunjukkan bahwa srikandi satu ini cukup mencintai anak-anak.
Tiga bulan mengemban amanah sebagai ketua KPAID Kota Lubuklinggau, Dewi dan rekan-rekannya telah melakukan tindakan konkrit terkait upaya perlindungan anak. Seperti menyelesaikan kasus sodomi, kekerasan terhadap anak di sebuah sekolah, diskriminasi terhadap siswa penyandang cacat, tindakan amoral yang dilakukan oknum PNS pada anak dibawah umur serta kasus pemerkosaan anak oleh ayah tirinya.
Selain itu, Dewi mengkoordinir rekan-rekannya sesama anggota KPAID dan instansi terkait melakukan pengawasan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lubuklinggau. Hasilnya, aktivis perlindungan anak ini telah menemukan kesimpulan bahwa anak-anak yang tersandung kasus hukum tidak selayaknya berada di Lapas.
“Anak-anak tersandung kasus hukum seharusnya ditempatkan di rumah pembinaan, bukan dipenjara. Sehingga secara psikologis anak tidak mengalami tekanan. Sebaliknya jika ditempatkan di rumah binaan bisa dilakukan upaya pembinaan secara intensif, sesuai tingkat permasalahan anak,” papar sarjana alumni Institut Agama Islam Al-Aqidah Jakarta, dengan mimik muka serius.
Pemikiran dan ide Dewi tidak terhenti pada tataran konsep atau wacana semata. Terbukti, hasil temuannya pasca pengawasan di Lapas Lubuklinggau langsung dikoordinasikan ke pihak terkait dan kompeten. Bahkan usulan KPAID Kota Lubuklinggau terkait penyediaan rumah binaan khusus anak yang tersandung hukum telah sampai ke Kementerian Sosial di Jakarta.
“Hasilnya berdasarkan informasi terakhir yang kami terima, Kementerian Sosial RI sudah mengakomodir usulan tersebut. Bahkan sudah ada komitmen pihak Dinas Sosial Kota Lubuklinggau bersedia menyiapkan lahan lokasi pembangunan rumah pembinaan. Hal yang menggembirakan lagi, antara eksekutif dan legislatif telah bersedia merumuskannya dalam RAPBD 2011 Kota Lubuklinggau,” tutur Dewi.
Lantas apa ukuran keberhasilannya memimpin KPAID? Secara jelas Dewi mengatakan, jika ia mampu mewujudkan Kota Lubuklinggau menjadi kota layak anak. Memang berat perjuangan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Karena harus mendapat dukungan dari semua elemen yang terkait dengan anak. “Kendati berat, saya yakin disanalah tantangan yang harus dihadapi,” imbuh perempuan hobi masak dan melakukan petualangan di hutan.
Karena membutuhkan komitmen dan perjuangan berat itulah lanjutnya, jumlah kota layak anak di Indonesia terbilang langka. Informasi yang ia dengar, hanya ada dua yaitu Kota Sidoarjo (Jatim) dan Kota Surakarta (Jateng). “Belakangan menyusul, Kota Jambi, sebagai satu-satunya kota dari Pulau Sumatera,” tambahnya.
Sebuah kabar gembira kata Dewi, Kota Lubuklinggau dalam sebuah workshop yang dilaksanakan KPAID Sumsel, baru-baru ini cukup santer disebut sebagai kandidat kota layak anak mewakili kota kabupaten di Provinsi Sumsel.
Menurut Dewi ada 12 langkah konkrit untuk mewujudkan Lubuklinggau menjadi kota layak anak. Antara lain, ada pelayanan akta kelahiran gratis, setiap proses persalinan dibantu tenaga kesehatan (dokter/bidan), setiap balita mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS) dan ditimbang di Posyandu setiap sebulan sekali. Berat badan balita bertambah dan tidak ada kasus gizi buruk.
Selain itu, semua bayi 0-2 tahun mendapat imunisasi lengkap hepatitis B, DPT3, Polio dan campak. Setelah berumur 3 tahun masuk PAUD hingga dilanjutkan TK. Pada usia 6 tahun anak didaftarkan ke SD hingga tamat dan diteruskan ke SMP (tuntas program Wajar.
Tidak ada lagi kasus kekerasan, penelantaran, child abuse, anak jalanan, mempekerjakan anak, perdagangan anak, anak yang dilacurkan, anak narkoba, anak terjangkit HIV/AIDS. Tersedia tim terpadu yang memastikan pemenuhan hak-hak anak, dan masih banyak lagi yang lain.(*)
0 komentar