Image Hosting
Image Hosting


* Ungkapan Ade Novli, Da’i Asal Negera Singapura
Ribuan masyarakat Kota Lubuklinggau tampak memadati Masjid Agung As-Salam Kota Lubuklinggau untuk meramaikan peringatan Milad satu abad Muhammadiyah dan menyambut Tahun Baru Islam 1431 H. Pada acara tersebut, para undangan mendapatkan siraman rohani dari seorang da’i asal Singapura yang rela menyempatkan waktunya untuk memberikan taushiyah dihadapan ribuan warga Kota Lubuklinggau.
Oleh: Hetty Arnita
PRIA berjenggot ini bernama Ade Novli, yang telah puluhan tahun mengabdikan hidupnya di dunia dakwah. Dalam perjalanan kariernya, berbagai pengalaman telah dilakoninya. Termasuk penolakan yang dilakukan oleh warga terhadap terdakwa yang dia sampaikan.
Ade mengungkapkan, pertama kali dia melakukan dakwah pada 1999, ke negaranya penyanyi Siti Nurhaliza, yakni Malaysia. Disana dia perlahan-lahan mulai menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Malaysia. Pertama kali melakukan dakwah, dia dihadapkan dengan berbagai watak warga muslim Malaysia.
“Pernah suatu ketika, saya bersama teman-teman saya melakukan salat di sebuah masjid. Setelah kami keluar meninggalkan masjid, petugas kebersihannya bersegera melakukan pembersihan. Ketika ditanya alasannya kenapa, mereka menjawab, antum bukan kelompok kami,” cerita Ade kepada Linggau Pos, usai memberikan taushiyahnya di hadapan ribuan warga Kota Lubuklinggau yang menghadiri acara Milad satu abad Muhammadiyah dan menyambut Tahun Baru Islam 1431 H, di Masjid Agung As-Salam Kota Lubuklinggau, Kamis (10/12).
Ungkapan inilah yang membuat Ade dan kawan-kawan merasa terenyuk mendengarnya. Kenapa, perbedaan masih saja menjadi perdebatan dan bisa berubah menjadi perpecahan. Padahal, kata dia, dalam Al Quran telah dijelaskan bahwa muslim itu adalah bersaudara.
“Untuk itu, saya mengharapkan kepada warga Indonesia umumnya dan Kota Lubuklinggau khususnya, jangan menjadikan perbedaan itu sebagai perpecahan. Namun, jadikanlah perbedaan itu sebagai alat pemersatu bangsa. Alangkah nyamannya kalau kita hidup damai dan tenteram,” ajak Ade.
Hal yang berbeda terjadi di Singapura, suatu ketika dirinya berdakwah di Negari Singa itu. Dimana, seorang da’i harus memiliki izin terlebih dahulu sebelum menyampaikan dakwahnya di hadapan jemaah. Kalau hal itu tidak dilakukan, maka penjaralah yang menjadi taruhannnya.
“Sebagai seorang da’i kami harus meminta izin kepada petugas keamanan sebelum menyampaikan taushiyah. Kemudian harus menyerahkan konsep apa yang akan disampaikan. Kalau hal itu tidak diikuti, maka seorang da’i harus dipenjara karena dinilai membangkang terhadap pemerintah,” terang pria kelahiran, Payakumbuh (Sumatera Barat), 1978 lalu.
Tiga hal yang harus dipatuhi setiap da’i terhadap peraturan pemerintah, yakni jangan menyentuh agama lain. Kedua, perbedaan khilafiyah dan yang ketiga mengkritik pemerintah. Kalau ketiga hal itu dilangggar, petugas tidak segan-segan menyeret mereka ke penjara.
Kendati demikian, dia mengaku, takjub dengan kebersamaan umat muslim di Singapura. Sebab, meskipun minoritas tetapi kekompakan mereka dalam menjaga agama Allah sangat tinggi. Dan inilah yang patut dicontoh masyarakat Kota Lubuklinggau.(*)

Image and video hosting by TinyPic

    ShoutMix chat widget