foto Agus/Linggau Pos
SIDANG : Sidang perdana Tipikor dana Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel 2008, dengan terdakwa Rachma Istiati mulai disidangkan di PN Lubuklinggau, Rabu (31/3).
LUBUKLINGGAU–Sidang perdana Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dana Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel 2008, dengan terdakwa Rachma Istiati (48) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau, Rabu (31/3). Warga Jalan Sentosa No.83 RT 03 Kelurahan Watervang Kecamatan Lubuklinggau Timur I, didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredi Simanjutak, dengan pasal berlapis.
Dalam surat dakwaan JPU, terdakwa didakwa dengan dakwaan Primair pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Lalu Subsidair, pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kemudian subsidair, pasal 12 huruf e Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam surat dakwaan JPU diungkapkan, setelah pencairan uang pada 8 Juli 2008 sejumlah Rp 846.900.000 dan 17 Juli 2008 sejumlah Rp 708.493.500, diserahkan Hafisah, selaku Bendahara KPU Provinsi Sumatera Selatan, bertempat di Bank Sumsel Babel Cabang Palembang, Jalan A Rivai Palembang secara tunai kepada terdakwa. Tetapi uang itu tidak disetorkan ke rekening sekretariat KPU Kabupaten Mura dan tidak diserahkan kepada R Iskandar selaku Bendahara PUMK untuk disimpan.
Lanjut dia, usai uang masuk secara bertahap ke rekening sekretariat KPU Mura di Bank Sumsel Babel Cabang Lubuklinggau, 15 Agustus 2008 terdakwa datang bersama R Iskandar ke Bank Sumsel Babel Cabang Lubuklinggau. Selanjutnya R Iskandar mencairkan uang sejumlah Rp 2 miliar. Kemudian terdakwa meminta R Iskandar untuk mentransfer uang senilai Rp 1 miliar ke rekening suami terdakwa di BRI Cabang Garuda Kota Lubuklinggau, sementara uang Rp 1 miliar terdakwa simpan sendiri.
“Setiap pencairan dana dari rekening sekretariat KPU Mura, terdakwa tidak menyerahkan uang kepada R Iskandar selaku bendahara PUMK tetapi menyimpan uang tersebut sendiri,”katanya.
Selanjutnya 21 Juli 2008 terdakwa memerintahkan R Iskandar untuk melakukan pembayaran honor PPK, sekretariat PPK dan PPS untuk periode Juni 2008. Selanjutnya terdakwa menyerahkan uang honor sejumlah Rp 277.800.000 kepada R Iskandar. Sebelum membagikan uang tersebut R Iskandar meminta waktu kepada terdakwa untuk terlebih dahulu mengetik kwitansi tanda terima. Namun terdakwa mengatakan tidak usah diketik dulu karena waktunya mepet dan para PPK sudah antri menunggu. Kemudian sekitar pukul 15.00 WIB hingga 21.00 WIB bertempat di ruang Bendahara PUMK, R Iskandar menyerahkan honor periode Juni 2008 kepada 21 PPK se-Kabupaten Mura yang diwakili ketua, sekretaris, atau bendahara PPK.
Pada 25 Agustus 2008 sekitar pukul 15.00 WIB hingga 21.00 WIB bertempat di ruangan terdakwa di KPU Mura, terdakwa sendiri yang melakukan pembayaran honor untuk PPK, sekretaris PPK dan PPS se-Kabupaten Mura untuk periode Juli dan Agustus 2008 dengan terlebih dahulu meminta ketua, sekretaris atau bendahara PPK menandatangani dan menstempel kwitansi kosong yang telah disediakan oleh terdakwa. Sementara R Iskandar bertugas untuk mendampingi terdakwa menyerahkan daftar rincian yang telah dibuat sebelumnya.
Kemudian 2 September 2008 sekitar pukul 15.00 WIB hingga 21.00 WIB bertempat di ruangan terdakwa, terdakwa melakukan pembayaran honor untuk PPK, sekretaris PPK dan PPS se-Kabupaten Mura untuk periode September 2008 dengan terlebih dahulu meminta ketua, sekretaris atau bendahara PPK untuk menandatangani dan menstempel kwitansi kosong yang telah disediakan oleh terdakwa. Sementara R Iskandar bertugas untuk mendampingi terdakwa menyerahkan daftar rincian yang telah dibuat sebelumnya.
“Terdakwa meminta R Iskandar untuk membuat kwitansi pembayaran honor PPK, sekretariat PPK dan PPS se-Kabupaten Mura tersebut selama enam bulan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran. Meskipun pada kenyataannya honor PPK, sekretaris PPK dan PPS se-Kabupaten Mura dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel 2008 hanya selama lima bulan. R Iskandar sudah mengingatkan terdakwa mengapa honor tersebut hanya dibayarkan selama lima bulan, namun terdakwa mengatakan, “Nggak apa-apa…, kau tu tenang-tenang saja, ini kan dana hibah.” Dengan demikian terdapat selisih pembayaran honor sebesar Rp 277.800.000,” jelasnya.
Hingga berakhirnya pelaksanaan Pilgub Sumsel 2008 sisa pembayaran honor untuk PPK, sekretariat PPK dan PPS se-Kabupaten Mura sejumlah Rp 277.800.000 tidak dibayarkan dan tidak dikembalikan ke kas daerah Provinsi Sumatera Selatan, sebagaimana ketentuan pasal 26 Permendagri No.44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah masih terdapat sisa dana hibah pada bendahara Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota atau Panwaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota wajib menyetor kembali sisa dana hibah sepenuhnya ke kas daerah.
Dalam setiap pembayaran honor tersebut terdakwa telah melakukan pemotongan dengan alasan pemotongan PPh 21, yakni sebesar 15 persen untuk PNS dan lima persen untuk non PNS, sehingga jumlah pajak yang telah dipungut Rp 204.564.300. Yang seharusnya disetorkan oleh terdakwa ke kas Negara, terdakwa simpan dan terdakwa juga tidak pernah memerintahkan R Iskandar untuk menyetorkan potongan pajak tersebut ke kas Negara.
Kemudian, 20 Agustus 2008 terdakwa meminta R Iskandar untuk membuat tanda terima pembayaran dan kwitansi pembayaran honor operator computer pada masing-masing PPK se-Kabupaten Mura yang berjumlah Rp 6.300.000 kepada 42 orang. Selanjutnya, pada hari yang sama terdakwa meminta R Iskandar untuk membuat tanda terima dan kwitansi pembayaran untuk ATK KPPS se-Kabupaten Mura. Setelah selesai R Iskandar menyerahkan kwitansi dan tanda terima pembayaran sejumlah Rp 76.960.000 tersebut kepada terdakwa untuk ditandatangani.
Lalu 26 Agustus 2008 sekitar pukul 15.00 WIB terdakwa membayarkan sendiri biaya untuk belanja sewa tenda, meja dan kursi kepada masing-masing PPK se-Kabupaten Mura, R Iskandar sebelumnya telah menyiapkan daftar tanda terima, selanjutnya ketua, sekretaris atau bendahara PPK menandatangani kwitansi kosong dan menstempel kwitansi tersebut terlebih dahulu.
Selanjutnya terdakwa menyerahkan uang untuk belanja sewa tenda, meja dan kursi tersebut sejumlah Rp 350 ribu/TPS. Sementara sisanya sejumlah Rp 150 ribu/TPS terdakwa simpan sendiri. Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) belanja sewa tenda, meja dan kursi adalah Rp 500 ribu/TPS, kemudian terdapat selisih pembayaran sewa tenda, meja dan kursi di TPS yang dipotong oleh terdakwa sebesar Rp 177.600.000.
Usai mendengar surat dakwaan JPU, majelis hakim yang diketuai Agusin dengan hakim anggota Wahyu Widya dan A Samuar serta Panitera Pengganti (PP), Ramli mempersilahkan terdakwa dan kuasa hukumnya menanggapinya.
Lalu, tim advokasi Rachma Istiati, Taupik Zaini, Darpendi, Supriyatno dan Abdurahman menyatakan keberatan atas dakwaan tersebut. “Kami rasa dakwaan ini tidak tepat diterapkan pada klien kami (Rachma, red),” ungkap Taupik. Kemudian majelis hakim menunda sidang hingga Rabu (7/1) dengan agenda mendengarkan pembacaan surat eksepsi dari kuasa hukum terdakwa.(05)
0 komentar