Foto : Hetty/Linggau Pos
ARAHAN : JPU dan penasehat hukum Rachma Istiati saat mendengarkan pengarahan dari hakim ketua, Agusin, pada sidang lanjutan kasus Tipikor Pilgub di PN Lubuklinggau, Senin (12/4).
LUBUKLINGGAU–Sidang lanjutan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan terdakwa mantan Sekretaris KPU Kabupaten Musi Rawas (Mura), Rachma Istiati, kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau, Senin (12/4). Sidang kali ini agendanya mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredy F Simanjuntak,
terhadap eksepsi (keberatan, red) yang disampaikan penasihat hukum terdakwa atas surat dakwaan nomor register perkara PDS-01/LLING/11/2009 yang telah dibacakan pada sidang, Rabu (31/3) lalu.
Dalam tanggapannya, JPU Fredy F Simanjuntak mengatakan, apa yang disampaikan penasihat hukum terdakwa Rachma pada sidang sebelumnya adalah keliru dan tidak benar. Sebab, lanjut dia, dakwaan primair dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo pasal 65 ayat (1) KUHP yang disusun oleh JPU telah tepat, dengan menjelaskan semua fakta-fakta perbuatan yang memenuhi unsur pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999.
Ditambahkannya, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo pasal 65 ayat (1) KUHP secara jelas, cermat dan lengkap.
"Sedangkan penasihat hukum terdakwa (Rachma, red) hanya mengambil sepotong-sepotong fakta perbuatan terdakwa, yakni permasalahan pemotongan honor PPK, PPS dan KPPS. Padahal, di dalam dakwaan primair telah dijelaskan secara lengkap seluruh fakta perbuatan yang dilakukan terdakwa termasuk jumlah pemotongan honor PPK, PPS dan KPPS serta kerugian negara Rp 1,3 miliar lebih," jelas Fredy saat penyampaian tanggapan JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Agusin, dengan hakim anggota Wahyu Widya Nur Fitri dan A Samuar pada sidang yang digelar di PN Lubuklinggau, Senin (12/4).
Lalu, menanggapi pendapat penasihat hukum terdakwa yang mengatakan JPU salah menerapkan pasal dalam dakwaan kliennya yang semestinya pasal digunakan adalah pasal tindak pidana umum karena yang dirugikan adalah honor PPK, PPS dan KPPS, menurut Fredy, pendapat itu keliru. Sebab, uang honor PPK, PPS dan KPPS yang dipotong oleh terdakwa adalah uang negara berasal dari dana hibah Pemprov Sumsel, yang telah dipotong terlebih dahulu sebelum diserahkan kepada anggota PPK, sekretariat PPK, PPS, sekretariat PPS dan KPPS.
"Apalagi, terdakwa tidak menyetorkan Pajak Penghasilan (PPh) 21 dari kegiatan tersebut ke Kas Negara. Jadi, pasal yang diterapkan oleh penuntut umum telah sesuai dengan perbuatan terdakwa bersama-sama Dirhamsyah, Rommy Krisna dan R Iskandar," lanjutnya.
Dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, Fredy menyatakan, pendapat penasihat hukum terdakwa adalah keliru dan tidak benar. Karena, semua tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana umum lainnya berada dibawah lingkungan peradilan umum, bukan peradilan khusus tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud oleh penasihat hukum terdakwa.
"Sebab, peradilan khusus tidak dikenal dalam peradilan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jadi, penasihat hukum telah keliru menafsirkan lembaga peradilan yang ada di Indonesia. Dan kami memohon kepada majelis hakim untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Rachma Istiati berdasarkan surat dakwaan penuntut umum Nomor PDS-01/LLING/11/2009 tanggal 3 Maret 2010 yang telah dibacakan pada sidang yang digelar Rabu, 31 Maret 2010 sebagai dasar pemeriksaan perkara," pungkas Fredy.
Sebagaimana terungkap pada sidang sebelumnya, tim penasihat hukum Rachma, Taufik Zaini, Supriyatno dkk menilai bahwa dakwaan yang disampaikan JPU tidak tepat dan tak cermat. Pasalnya, tidak menyebutkan secara rinci kerugian negara yang dilakukan terdakwa, melainkan hanya menceritakan selisih honor PPK, PPS, KPPS dan tidak jelas siapa pemotong honornya.
Dalam surat eksepsi M Taufik Zaini mengatakan, JPU yang mendakwa pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP, tidak tepat sasaran.
Ditambahkannya, dalam UU korupsi pasal 2 ayat (1) seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara tidak tercemin dalam surat dakwaan tersebut. "Semestisnya pasal yang dikenakan kepada Rachma Istiati dengan pasal tindak pidana umum karena yang dirugikan adalah honor PPK, PPS dan KPPS. Untuk itu kami mohon majelis hakim menolak dakwaan tersebut," ungkapnya.
Begitu juga, sambung Taufik Zaini, pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP, juga tidak tepat dan tak cermat.
"Pemeriksaan dan penyidikan Jaksa Pidana Khusus (Pidsus) ada keragu-raguan dalam penerapan pasalnya sehingga selama 4 bulan lebih baru berkas perkaranya dilimpahkan ke pengadilan. Untuk itu, kami meminta majelis hakim menolak dakwaan subsidair tersebut," ujarnya.
Tidak itu saja, kata Taufik Zaini, pasal 8 ayat (1) huruf b UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantas Tipikor Jo pasal 65 ayat (1) KUHP, juga tidak tepat sasaran. Karena masuk dalam lingkup peradilan umum yaitu pasal penggelapan yang diatur KUHP bukan Tipikor. "Kami mohon majelis hakim menolak dakwaan ini, sebab tidak ada hambatan-hambatan dalam pelaksanaan tahapan-tahapan Pilgub Sumsel," pungkasnya.
Usai mendengar tanggapan JPU, majelis hakim menunda sidang hingga Kamis (15/4) dengan agenda mendengarkan putusan hakim yang bukan tidak mungkin akan langsung mendengarkan keterangan saksi.(05)
0 komentar