Image Hosting
Image Hosting


Mengenal Kim Minang, Pantun dan Lagu Berhadiah

Dendang KIM merupakan tradisi permainan anak Nagari (Kampung) Minang. Belakangan banyak yang menyebut KIM (Kesenian Irama Minang atau Kecerdasan Isi Mengisi), dua-duanya bermakna sebagai identitas seni budaya Minang satu ini. Berikut penuturan pelantun KIM, yang sudah tiga hari show dalam Festival Seni Budaya Minang dan Bazar IKM (Ikatan Keluarga Minang) Kota Lubuklinggau 2010.
Rehanudin Akil, Lubuklinggau
SUHAIMI
Effendi Koto (58) dan Agus Sadila (56), dua lelaki yang tidak terbilang muda lagi. Namun lantaran menjiwai dan mencintai pekerjaannya sebagai pedendang KIM, keduanya rela keliling nusantara memenuhi panggilan penggemar kesenian asli Minang.

Ditemui di lapangan hijau eks markas Batalyon Infanteri 141/AYJP Kompi Bantuan, sejak (26/3) lalu dipakai sebagai tempat penyelenggaraan Festival Seni Budaya Minang dan Bazar IKM Kota Lubuklinggau 2010. Baik Effendi maupun Agus, terlihat sedang santai di tenda tempat pertunjukan KIM. Tidak lama kemudian turut pula bergabung membentuk lingkaran kecil, Fendy, Manager Execurive Entertainment Fendys Group.

Sesekali perbincangan kami terhenti lantaran Effendi, Agus dan Fendy meladeni pertanyaan anggota timnya sedang melakukan persiapan panggung untuk pertunjukan KIM, Selasa (30/3) malam. “Saya sejak 1970-an menjadi penyanyi KIM,” kata Effendi. Lalu Agus pun menambahkan KIM tergolong langka dan terancam punah. Di Kota Padang, Sumatera Barat, saja hanya ada enam orang penyanyi KIM. “Kalau se-Sumatera Barat, jumlahnya paling banyak 12 orang. Setara satu persen dari jumlah seniman khas Minang lainnya,” tutur Agus.

Tergerusnya eksistensi seni dendang KIM di ranah Minang, kata Fendy, tidak terlepas dari muncul anggapan sebagian masyarakat bahwa KIM mengandung unsur judi. Pasalnya dalam setiap pertunjukan selalu ada penjualan kupon pantun lagu berhadiah. Makanya tidak heran ada sebagian orang me-nyebut KIM dengan istilah ‘Ke-cerdasan Isi Mengisi’.

“Maksudnya sebelum pertunjukan KIM diawali dengan penjualan kupon pantun lagu berhadiah. Kupon tersebut sudah tersedia lima satuan angka dalam lajur dan kotak-kotak. Saat pertunjukan, pelantun KIM dibalik suara merdu dan kepiawaiannya berakting sekali-sekali menyebutkan angka yang tertera dalam kupon. Operator papan lampu pun cukup sigap menandai angka-angka yang disebutkan pelantun KIM. Demikian seharusnya yang harus dilakukan penonton pemegang kupon, karena berlaku sistem hangus,” urai Fendy

Pantun dan lagu berhadiah (Kim) menyediakan berbagai hadiah menarik seperti, jam dinding, VCD, Mini Compo, Kipas Angin, TV, Handphone, Kulkas, Mesin Cuci, Kompor Gas, Blender, Magic com, Cosmos dan sebagainya. Pertunjukan KIM pada Festival Seni Budaya Minang dan Bazar IKM Kota Lubuklinggau 2010, di Lapangan Hijau Eks markas Batalyon Infanteri 141/AYJP Kompi Bantuan biasa digelar pada pukul 20.00 WIB hingga pukul 00.00 WIB.

“Sepanjang waktu pertunjukan tersebut paling tidak 10 kali penjualan kupon pantun dan lagu berhadiah dijual. Setiap kupon harganya berbeda-beda tergantung dari besar kecil nilai hadiah. Dan meskipun jumlah kupon yang terjual banyak peluang menang setiap putaran/babak permainan hanya seorang atau satu kupon,” papar Fendy.

Menyikapi kondisi dan latar belakang penonton bukanlah seluruhnya orang Minang, pelantun KIM harus pandai berkomunikasi melalui lagu maupun pantun. Sehingga orang yang bukan etnis Minang pun bisa menikmati kesenian KIM. Seperti cerita Suhaimi Effendi Koto dan Agus Sadila, yang terbiasa tampil di instansi pemerintah, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta. Tempat shownya juga terbilang jauh dari Sumatera Barat, sebut saja Jakarta, Bandung, Palembang, Batam, Ambon dan sebagainya.

“Harus peka dan punya informasi etnis mayoritas penonton saat show KIM siapa. Sehingga tidak melulu menggunakan tembang dan pantun khas Minang. Makanya tidak heran ditempat tertentu, kami menggunakan atau menyelipkan lagu, dialek etnis Jawa, Tionghoa, Batak, Sunda, Palembang dan banyak lagi,” ujar Effendi yang turut diamini Agus.

Sekedar mengingatkan event perdana oleh IKM Kota Lubuklinggau yang juga dikenal dengan sebutan periode kepengurusan IKM HARTOP ( Harun, Topan dan Paul), bertujuan untuk mempererat tali silaturahim antara sesama perantau Minang. Selain itu memiliki tujuan jangka pendek aksi penggalangan dana untuk merampungkan pembangunan gedung IKM Bundo Kanduang Lubuklinggau.

Ketua IKM Kota Lubuklinggau, Harun Rasyid, menepis jika muncul anggapan pertunjukan KIM tergolong judi. Sebaliknya KIM, merupakan budaya Minang yang juga bagian tak terpisahkan dari budaya nusantara. “Ada prinsip dan filosofi yang berlaku di Minangkabau, yaitu rangkaian mustika adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Maknanya, adat berpondasi hukum, hukum harus berpondasi dengan kitab suci Al Quran,” tandas Harus.

Warga Kota Lubuklinggau dan sekitarnya yang berminat menyaksikan pertunjukan memukau KIM asli dari Minang, segera kunjungi Festival Seni Budaya Minang dan Bazar IKM Kota Lubuklinggau 2010, di Lapangan Hijau Eks markas Batalyon Infanteri 141/AYJP Kompi Bantuan (dulu dikenal Kompi Taba Pingin, red).(*)

Image and video hosting by TinyPic

    ShoutMix chat widget