FT BUDI SANTOSO/LINGGAU POS
LEMBAGA ADAT : Peserta forum dialog dan lembaga adat dari desa dan kelurahan yang mengikuti acara pembukaan di Auditorium Pemkab Mura, Senin (29/3).
Forum Dialog dan Pembentukan Lembaga Adat Mura
Pemkab Musi Rawas (Mura) terus menggali khasanah budaya lokal dengan mengaktifkan lembaga adat dengan pelaksana kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). Sebelum lembaga adat terbentuk dilaksanakan forum dialog di Auditorium Pemkab Mura, Senin (29/3). Berikut laporannya.
Budi Santoso, Musi Rawas
SUARA riuh terdengar dari dalam Auditorium Pemkab Mura Senin(29/3). Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 10.00 WIB tetapi tanda-tanda acara forum dialog dan pembentukan lembaga adat Kabupaten Mura, dibuka oleh Bupati Ridwan Mukti, belum dilaksanakan. Padahal jadwal pembukaan acara ditetapkan panitia 09.00 WIB.
“Pak Bupati belum datang, mungkin ada urusan dinas,” seloroh seorang pejabat Pemkab Mura, kemarin. Sementara kesibukan panitia di meja penerima tamu bagian depan gedung juga tak kalah sibuknya. Mereka mempersilakan para anggota lembaga adat yang datang dari kecamatan mengisi buku absen.
Setelah itu mereka diberikan tanda pengenal dan tas kulit warna hitam dan diminta masuk ke bagian dalam gedung. Di sana ratusan pengurus lembaga adat tersebut akan mengikuti pembukaan acara forum dialog dan pembentukan lembaga adat Kabupaten Mura.
Setelah lama dinantikan peserta, akhirnya acara pembukaan dilaksanakan tetapi bukan dibuka oleh bupati melainkan diwakili oleh Asisten II, Amro Munsyi Remban. Para peserta dengan seksama mengikuti jalannya pembukaan acara dipandu Emilia yang memiliki suara terdengar tegas.
Usai acara pembukaan Kadisbudpar Kabupaten Mura, Rizal Efendi menjelaskan, peserta forum dialog ini berjumlah 258 orang, berasal dari desa/kelurahan di 21 kecamatan dalam Kabupaten Mura. “Mereka ini sudah menjadi lembaga adat yang ada di desa-desa dan kelurahan dan sengaja diundang datang ke sini untuk mengikuti rangkaian forum dialog dan pembentukan lembaga adat Mura. Pembentukan lembaga adat nanti dilaksanakan pada malam hari nanti yang dipilih oleh peserta forum,” kata Rizal, sapaan pria ini, kemarin.
Pemilihan lembaga adat Kabupaten Mura, sambung dia, dilaksanakan dengan cara musyawarah hingga nanti terpilih siapa saja yang menjadi ketua dan anggotanya. “Memang pemilihan pengurus lembaga adat Kabupaten Mura baru pertama kali diadakan. Kita sendiri berharap dengan pembentukan lembaga adat dapat menggali kembali potensi budaya yang ada di ‘Bumi Lan Serasan Sekentenan’ sekarang maupun yang akan datang,” papar Rizal juga menyebutkan, pada acara forum dialog nanti diisi oleh narasumber yang berpengalaman, yaitu Prof Dr Anhan Gonggong (Universitas Indonesia), Dr Ari Sujito (Universitas Gajah Mada Yogjakarta), Dr Amrullah Arpan MHum (Unsri Palembang), dan Drs H Suwandi Syam MPd (STKIP-PGRI Lubuklinggau).
“Para pakar ini akan memberikan bimbingan pada para peserta yang merupakan anggota lembaga adat di desa dan kelurahan. Kita berharap dengan acara semacam ini nanti keberadaan lembaga adat dapat membantu menyelesaikan masalah di pedesaan,” kata Rizal seraya menyebutkan juga bahwa persoalan di desa yang melibatkan oknum masyarakat dapat diselesaikan oleh lembaga adat. Sebab lembaga ini memiliki peran cukup besar dalam menyelesaikan masalah yang mesti diselesaikan di tingkat desa.
Pernyataan Rizal ada benarnya. Menurut Rohim (55), ketua lembaga adat Kecamatan Ulu Rawas, keberadaan lembaga ini sangat membantu pemerintah daerah karena memang mereka mitra pemerintah. “Lembaga adat juga menggali adat istiadat yang ada di suatu daerah, dan melestarikan budaya nenek moyang kita. Kita juga dalam menjalankan tugas ini mengacu pada Perda No.14 Tahun 2000 tentang Adat dan Kompilasi Adat.
“Dalam menjalankan tugas kita sudah berjalan sesuai dengan Perda No.14 Tahun 2000. Misalnya, masalah adat perkawinan kita perhatikan yang terjadi di masyarakat. Juga pelanggaran dilakukan oknum warga maka kita selesaikan dengan lembaga adat yang sudah terbentuk,” kata Rohim memberikan contoh pemilik ternak kambing yang membiarkan hewan ternaknya masuk ke kebun warga, bakal diberikan sanksi. Yaitu mengganti biaya kepada pemilik kebun sesuai dengan tanaman yang dirusak atau dimakan kambing peliharaannya.
Rohim menilai hukum adat membantu sekali pihaknya dalam menjalankan tugas agar di desa menjadi lebih tentram dan damai. Serta masyarakat memegang teguh norma-norma kesusilaan yang ada di desa.(*)
0 komentar